ABDULLAH IBNU RAWAHAH
ABDULLAH
IBNU RAWAHAH
YANG BERSEMBOYAN:
WAHAI DIRI JIKA KAU TIDAK GUGUR DI MEDAN JUANG
KAU TETAP AKAN MATI WALAU DI ATAS RANJANG
YANG BERSEMBOYAN:
WAHAI DIRI JIKA KAU TIDAK GUGUR DI MEDAN JUANG
KAU TETAP AKAN MATI WALAU DI ATAS RANJANG
Waktu
itu Rasulullah saw. sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota
Mekah, menghadapi para utusan yang datang dari kota Madinah, dengan
bersembunyi-sembunyi dari kaum Quraisy. Mereka yang datang ini
terdiri dari duabelas orang utusan suku atau kelompok yang kemudian
dikenal dengan nama Kaum Anshar (penolong Rasul). Mereka sedang dibai’at
Rasul (diambil janji sumpah setia) yang terkenal pula dengan Hama Bai’ah
al-Aqabah al-Ula (Aqabah pertama). Merekalah pembawa dan penyiar Islam
pertama ke kota Madinah, dan bai’at merekalah yang membuka jalan bagi hijrah
Nabi beserta pengikut beliau, yang pada gilirannya kemudian, membawa kemajuan
pesat bagi Agama Allah yaitu Islam …. Maka salah seorang dari utusan yang
dibai’at Nabi itu, adalah Abdullah bin Rawahah.
Dan
sewaktu pada tahun berikutnya, Rasulullah saw. membai’at lagi tujuhpuluh
tiga orang Anshar dari penduduk Madinah pada bai’at ‘Aqabah kedua, maka tokoh
Ibnu Rawahah ini pun termasuk salah seorang utusan yang dibai’at itu.
Kemudian
sesudah Rasulullah bersama shahabatnya hijrah ke Madinah dan menetap
di sana, maka Abdullah bin Rawahah pulalah yang paling banyak usaha dan
kegiatannya dalam membela Agama dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang
paling waspada mengawasi sepak terjang dan tipu muslihat Abdullah bin Ubay
(pemimpin golongan munafik) yang oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk
diangkat menjadi raja sebelum Islam hijrah ke sana, dan yang tak putus-putusnya
berusaha menjatuhkan Islam dengan tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang
ads. Berkat kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti
gerak-gerik Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagallah usahanya, dan
maksud-maksud jahatnya terhadap Islam dapat dipatahkan.
Ibnu
Rawahah adalah seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan yang langka
dengan kepandaian tulis baca. Ia juga seorang penyair yang lancar, yang untaian
syair-syairnya meluncur dari lidahnya dengan kuat dan indah didengar ….
Semenjak
ia memeluk Islam, dibaktikannya kemampuannya bersyair itu untuk mengabdi bagi
kejayaan Islam . . . . Dan Rasulullah menyukai dan meni’mati syair-syairnya dan
sering beliau minta untuk lebih tekun lagi membuat syair.
Pada
suatu hari, beliau duduk bersama para shahabatnya, tiba-tiba datanglah Abdullah
bin Rawahah, lalu Nabi bertanya kepadanya: “Apa yang anda lakukan bila anda
hendak mengucapkan syair?”
Jawab
Abdullah: “Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan”. Lalu teruslah ia
mengucapkan syairnya tanpa menunggu lama, demikian kira-kira artinya
secara bebas:
“Wahai putera Hasyim yang baik,
sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia
Dan memberimu keutamaan, dimana orang tak usah iri Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu
Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka
Seandainya anda bertanya dan meminta pertolongan mereka Dalam memecahkan persoalan, tiadalah mereka hendak menjawab atau membela Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang anda bawa
Sebagaimana Ia telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa”.
Dan memberimu keutamaan, dimana orang tak usah iri Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu
Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka
Seandainya anda bertanya dan meminta pertolongan mereka Dalam memecahkan persoalan, tiadalah mereka hendak menjawab atau membela Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang anda bawa
Sebagaimana Ia telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa”.
Mendengar
itu Rasul menjadi gembira dan ridla kepadanya, lalu sabdanya: “Dan
engkau pun akan diteguhkan Allah”.
Dan
sewaktu Rasulullah sedang thawaf di Baitullah pada ‘umrah qadla, Ibnu Rawahah
berada di muka, beliau sambil membaca syair dari rajaznya:
“Oh
Tuhan, kalaulah tidak karena Engkau, niscaya tidaklah kami akan mendapat
petunjuk, tidak akan bersedeqah dan shalat!
Maka mohon diturunkan sakinah atas kami dan diteguhkan pendirian kami jika musuh datang menghadang.
Sesungguhnya orang-orang yang telah aniaya terhadap kami, bila mereka membuat fitnah akan kami tolak dan kami tentang”.
Maka mohon diturunkan sakinah atas kami dan diteguhkan pendirian kami jika musuh datang menghadang.
Sesungguhnya orang-orang yang telah aniaya terhadap kami, bila mereka membuat fitnah akan kami tolak dan kami tentang”.
Orang-orang
Islam pun sering mengulang-ulangi syair-syairnya yang indah.
Penyair
Rawahah yang produktif ini amat berduka sewaktu turun ayat al-Quranul Karim :
“Dan
para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat “.
(Q.S. 26 asy-Syu’ara: 224)
(Q.S. 26 asy-Syu’ara: 224)
Tetapi kedukaannya jadi terlipur
waktu turun pula ayat lainnya:
“Kecuali orang-orang (penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya “.
(Q.S. 26 asy-Syu’ara; 227 )
Dan sewaktu Islam terpaksa terjun ke
medan perang karena membela diri, tampillah Abdullah ibnu Rawahah membawa
pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak, Hudaibiah dan Khaibar, seraya
menjadikan kalimat-kalimat syairnya dan qashidahnya menjadi slogan perjuangan:
“Wahai diri! Seandainya engkau tidak
tewas terbunuh, tetapi engkau pasti akan mati juga!”
Ia juga menyorakkan teriakan perang:
`Menyingkir kamu, hai anak-anak kafir, dari jalannya.
Menyingkir kamu, setiap kebaikan akan ditemui pada RasulNya”.
Ia juga menyorakkan teriakan perang:
`Menyingkir kamu, hai anak-anak kafir, dari jalannya.
Menyingkir kamu, setiap kebaikan akan ditemui pada RasulNya”.
Dan
datanglah waktunya perang Muktah …. Abdullah bin Rawahah adalah panglima yang
ketiga dalam pasukan Islam, sebagaimana telah kita ceriterakan dalam riwayat
Zaid dan Ja’far.
Ibnu
Rawahah berdiri dalam keadaan siap bersama pasukan Islam yang akan berangkat
meninggalkan kota Madinah …. Ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan
syairnya;
“Yang
kupinta kepada Allah Yang Maha Rahman Keampunan dan kemenangan di medan perang
Dan setiap ayunan pedangku memberi ketentuan Bertekuk lututnya angkatan perang
syetan
Akhirnya
aku tersungkur memenuhi harapan …. Mati syahid di medan perang . .!!”
Benar,
itulah cita-citanya kemenangan dan hilang terbilang pukulan perang atau tusukan
tombak, yang akan membawanya ke alam syuhada yang berbahagia .. !!
Balatentara
Islam maju bergerak ke medan perang Muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari
kejauhan telah dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya
balatentara Romawi sekitar duaratus ribu orang …. karena menurut kenyataan
barisan tentara mereka seakan tak ada ujung akhir dan seolah-olah tidak
terbilang banyaknya … !
Orang-orang
Islam melihat jumlah mereka yang sedikit, lalu terdiam . . . . dan sebagian ada
yang menyeletuk berkata: “Baiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah,
memberitakan jumlah musuh yang besar. Mungkin kita dapat bantuan tambahan
pasukan, atau jika diperintahkan tetap maju maka kita patuhi”. Tetapi Ibnu
Rawahah, bagaikan datangnya Siang bangun berdiri di antara barisan
pasukan-pasukannya lalu berucap:
“Kawan-kawan
sekalian! Demi Allah, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita
bukan berdasar bilangan, kekuatan atau banyaknya jumlah . . . ! Kita tidak memerangi
mereka, melainkan karena mempertahankan Agama kita ini, Yang dengan memeluknya
kita telah dimuliakan Allah . . . ! Ayohlah kita maju . . . ! Salah satu dari
dua kebaikan pasti kita capai, kemenangan atau syahid di jalan Allah … !”
Dengan
bersorak sorai Kaum Muslimin yang sedikit bilangannya, tetapi besar imannya
itu menyatakan setuju. Mereka berteriak: “Sungguh, demi Allah, benar yang
dibilang Ibnu Rawahah. . !”
Demikianlah,
pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan Yang jauh lebih sedikit menghadapi
musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi
suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya.
Kedua
pasukan balatentara itu pun bertemu, lalu berkecamuklah pertempuran di antara
keduanya, sebagaimana telah kita sebutkan dahulu ….
Pemimpin
yang pertama Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid yang mulia, disusul oleh
pemimpin yang kedua Ja’far bin Abi Thalib, hingga ia memperoleh syahidnya pula
dengan penuh kebesaran, dan menyusul pula sesudah itu pemimpin yang ketiga ini,
Abdullah bin Rawahah. Di kala itu ia memungut panji perang dari tangan kanan
Ja’far, sementara peperangan sudah mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan
Islam yang kecil itu, tersapu musnah di antara. pasukan-pasukan Romawi Yang
datang membanjir laksana air bah, yang berhasil dihimpun oleh Heraklius untuk
maksud ini.
Ketika
ia bertempur sebagai seorang prajurit, Ibnu Rawahah menerjang ke muka dan ke
belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah
menjadi panglima seluruh pasukan, yang akan dimintai tanggung jawabnya atas
hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara Romawi, seketika seolah
terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap,
kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekuatannya dan melenyapkan
semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru:
“Aku
telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga Tapi kenapa kulihat, engkau
menolak surga ….
Wahai
diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati Inilah kematian sejati
yang sejak lama kau nanti ….
Tibalah
waktunya apa yang engkau idam-idamkan selama ini Jika kau ikuti jejak keduanya,
itulah kesatria sejati …. ! “
(Maksudnya,
kedua shahabatnya Zaid dan Ja’far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).
“Jika
kamu berbuat seperti keduanya, itulah kesatria sejati”" la pun maju
menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya . . . . Kalau tidaklah taqdir Allah
yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke surga, niscaya ia
akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah
besar dari mereka Tetapi lonceng keberangkatan sudah berdenting, yang
memberitahukan awal perjalanannya pulang ke hadlirat Allah, maka naiklah ia
sebagai syahid ….
Jasadnya
jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha
Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya:
“Hingga
dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku: Wahai prajurit perang yang
dipimpin Allah, dan benar ia telah terpimpin!”
“Benar
engkau, ya Ibnu Rawahah … ! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin
oleh Allah . . . !
Selagi
pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa’ di Syam, Rasulullah saw.
sedang duduk beserta para shahabat di Madinah, sambil mempercakapkan mereka.
Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua
matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan
mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa
duka dan belas kasihan … ! Seraya memandang berkeliling ke wajah para
shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata: “Panji perang dipegang oleh
Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid . . .
. Kemudian diambil alih oleh Ja’far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai
syahid pula ……. Beliau berdiam sebentar, lalu diteruskannya ucapannya:
“Kemudian panji itu dipegang oleh Abdullah bin Rawahah dan ia bertempur bersama
panji itu, sampai akhirnya ia pun syahid pula”.
Kemudian
Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan
kegembiraan, ketenteraman dan kerinduan, lalu katanya pula: “Mereka bertiga
diangkatkan ke tempatku ke surga . . . “.
Perjalanan
mana lagi yang lebih mulia …. Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia ….
Mereka maju ke medan laga bersama-sama …. Dan mereka naik ke surga bersama-sama
pula ….
Dan
penghormatan terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi,
ialah ucapan Rasulullah saw. yang berbunyi: “Mereka telah diangkatkan ke
tempatku ke surga ….
0 komentar:
Posting Komentar